Bandung | MAT30NEWS - Sidang lanjutan kasus Rereongan puskesmas Plered, upacara terduga Er mantan Kepala Puskesmas pledred, yakni DR. Elya Kusumadewi SH.MH,CMLA. Menghadirkan dua orang saksi ahli.
Sidangnya kali ini dilaksanakan di Jl.Surapati No.47 Kota Bandung tepatnya di Ruang Sidang III Soerjadi, menghadirkan 2 saksi ahli yaitu Dr. Rusli Iskandar, S.H., M.H., sebagai ahli hukum administratif dan Prof. Dr. Nandang Sambas, S.H., M.Hum., saksi ahli hukum pidana.
Kemudian Hakim melakukan sumpah terhadap kedua saksi tersebut.
Pertanyaan pertama kepada saksi oleh Pengacara Elya, bagaimana menurut saksi penjabaran tentang tindakan korupsi.
Saksi menjelaskan, Tindak pidana korupsi adalah perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara dan perekonomian. Korupsi juga dapat diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
Unsur Melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, memperkaya diri sendiri.
Dampak Merugikan keuangan negara, merusak moral bangsa, membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat
Contoh : Suap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, gratifikasi, perbuatan curang
Undang-Undangnya Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Namun harus berpatokan ke pada Withen dan Willen yaitu yang berarti "mengetahui" dan "menghendaki".
Istilah ini digunakan untuk menggambarkan perilaku "sengaja" atau "dolus/opzet".
Tapi intinya adalah korupsi itu adalah perbuatan melawan hukum, tapi bisa juga ada Kerugian keuangan negara dan ada juga yang tidak menimbulkan kerugian keuangan negara
"Seperti tadi disampaikan khususnya oleh Prof. Dr. Nandang Sambas, S.H., M.Hum., saksi ahli hukum pidana bahwa rereongan itu berbeda dengan pemotongan, karena pemotongan itu dilakukan sebelum gaji itu di berikan sehingga nominal yang di terima telah berkurang alias tidak utuh. Sementara rereongan adalah iuran (gotong royong) meskipun sama di terima dari gaji namun gajinya utuh dan ketika gaji sudah di terima, uang tersebut tidak perlu di laporkan ketika di gunakan oleh penerima gaji saat di gunakan untuk apapun termasuk untuk rereongan," jelas elya.
DR. Elya Kusuma Dewi, S.H., M.H., CLA., menjelaskan bahwa "alhamdulillah tadi kami sangat tercerahkan, bagaimana itu perbuatan melawan hukum dan kerugian uang negara dari Pasal 2 dan juga Pasal 3 sudah di jelaskan dengan sangat jelas oleh ahli.Elya merasa ketika hakim bertanya seperti itu, saya berpikir hakim paham apa yang di sampaikan oleh saksi ahli," terangnya
"Terkait pemotongan tadi sudah di jelaskan oleh ahli bahwa pemotongan itu berbeda dengan rereongan. Kebetulan saksi ahli yang di hadirkan hari ini dari Jawa Barat jadi paham bahwa rereongan itu budaya masyarakat hanya bahasanya saja yang berbeda ada rereongan, ada iuran dan urunan itulah yang berbeda dan tadi sudah di jelaskan oleh ahli," ucapnya
Pengacara Ibu Erna, merasa sangat puas karena saksi ahli yang di hadirkan benar-benar sesuai dengan keahliannya dan membuat terang benderang terkait apa itu rereongan dan pemotongan, ada benang merah yang sangat jelas. Dari keterangan ahli,menurut Elya terkait kasus ini ada tidak kerugian negaranya dan tidak masuk perbuatan melawan hukum nya.
Bergulirnya kasus terdakwa Erna mantan Kepala Puskesmas tersebut telah memberikan pelajaran panjang untuk menemukan kebenaran dibalik lika-liku kasus yang sedang dihadapi oleh terdakwa.
Seperti yang dikatakan oleh anaknya Erna, yaitu saudari Kartika Permana, bahwa keluarga erna telah mendatangi juga bupati Purwakarta untuk berkenan menjadi saksi, namun karena kesibukan bupati Purwakarta, beliau merekomendasikan Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Kab. Purwakarta untuk menjadi saksi. Namun sangat disayangkan Kadiskes tidak bisa datang, dan sulit untuk bisa di hubungi, padahal itu adalah hasil dari arahan bupati Purwakarta.
"Iya betul, kita sudah datang ke kediaman nya bupati Purwakarta, dan kita meminta kepada beliau untuk berkenan menjadi saksi, namun karena jadwal sidang yang bertepatan dengan acara kedinasan, akhirnya beliau tidak bisa. Namun beliau merekomendasikan agar kadiskes Kab. Purwakarta bisa untuk menjadi saksi, dan akhirnya setelah kami datangi, kemudian kami bertemu terlebih dahulu dengan Kepala Bidang Kesehatan (Kabidkes) ternyata kadiskes tidak bisa," ujar kartika.
"Iya sangat disayangkan pak, kenapa beliau menjadi sulit seperti ini,padahal bpk bupati sudah bilang ke saya,akan ditugaskan kadinkesnya.Saya jelaskan ke pak bupati,saya minta saksi bukan kemudian untuk bicara ibu saya salah atau benar,tapi sebenarnya menurut saya ini dapat menyelamatkan UPTD dan OPD lainnya,hanya ingin beliau menerangkan apa itu rereongan, rereongan seperti itu sudah biasa dilakukan di puskesmas dan dinas-dinas lainnya,dan harusnya Kadinkes juga ikut bertanggungjawab ketika puskesmas kekurangan tenaga,hingga puskesmas-puskesmas mengadakan tenaga sukwan hingga rereongan untuk membayar sukwan demi kelancaran pelayanan puskesmas.Jika sampai rereongan ini menjadi perkara korupsi,maka dapat mencari acuan puskesmas dan dinas lain yang mengadakan rereongan untuk diperiksa secara hukum. kami sekeluarga tetap akan minta keadilan jika rereongan ini menjadi perkara tindak pidana korupsi maka kami juga akan melaporkan seluruh puskesmas dan dinas yang mengadakan rereongan untuk diperiksa juga," imbuhnya (Mr.30)***