Ketua DPRD Jabar Desak Bank bjb Pangkas Biaya Operasional dan Dukung Budaya Sunda


Bandung | Mata30 - Ketua DPRD Jawa Barat, Buky Wibawa, mendesak manajemen Bank Jabar Banten (BJB) untuk segera melakukan langkah efisiensi besar-besaran di tengah sorotan publik terhadap bank milik daerah tersebut.

Dalam wawancara khusus di ruang kerjanya, Jalan Diponegoro, Kamis (9/4/2025), Buky menilai biaya operasional (BoP) Bank BJB saat ini terlalu tinggi dan berpotensi menjadi beban keuangan jangka panjang jika tidak segera dirasionalisasi.

“Kami mendorong BJB untuk lebih rasional dalam pengelolaan operasional. Biaya operasional yang besar tidak hanya membebani, tetapi juga mencerminkan inefisiensi manajerial,” tegas Buky.

Data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) Bank BJB pada tahun 2023 mencapai 85,7 persen, lebih tinggi dibanding rata-rata nasional sektor perbankan yang berada di kisaran 78 hingga 80 persen.

Evaluasi Kantor Cabang Pembantu

Selain mengkritisi BoP, Buky juga meminta BJB mengevaluasi keberadaan ratusan kantor cabang pembantu yang tersebar di berbagai wilayah. Menurutnya, banyak kantor cabang pembantu kini tidak lagi relevan dengan tren perbankan modern yang mengarah pada digitalisasi.

“Perlu ada review. Banyak kantor cabang pembantu yang kini justru membebani neraca keuangan, bukan lagi mendukung ekspansi bank. Era digital banking harus diadopsi serius,” tambahnya.

Hingga akhir 2024, Bank BJB tercatat memiliki 457 unit kantor cabang pembantu, namun baru 17 unit yang mengadopsi layanan digital penuh.

Minta Fokus pada Budaya Lokal

Menariknya, Buky juga menyentil strategi promosi Bank BJB yang selama ini dinilai kurang mendukung budaya lokal. Ia mendorong agar Bank BJB mengalihkan anggaran promosi untuk mendukung kesenian dan kebudayaan Sunda yang kini nyaris terpinggirkan.

“Bank BJB sebagai milik masyarakat Jabar, harusnya mendukung pertunjukan seni budaya Sunda, bukan sekadar menggelar konser musik band nasional yang bahkan tidak relevan dengan pangsa pasar mereka,” kritik Buky.

Menurut Buky, promosi besar-besaran di luar daerah yang bukan basis nasabah utama BJB hanya memboroskan anggaran tanpa manfaat riil bagi pertumbuhan bank.

Momen Berbenah di Tengah Skandal

Permintaan reformasi dari DPRD ini muncul di tengah mencuatnya kasus dugaan korupsi dana promosi dan iklan fiktif di Bank BJB. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut, termasuk Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi.

Struktur biaya yang gemuk di BJB, termasuk di pos promosi, disebut-sebut menjadi salah satu celah terjadinya penyimpangan anggaran.

Dorongan Perubahan dari Pemegang Saham

Buky menegaskan, momentum ini harus dimanfaatkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sebagai pemegang saham utama, untuk membenahi BJB dari akar-akarnya — mulai dari seleksi direksi baru hingga pembenahan kultur kerja.

“Harus ada perbaikan menyeluruh, bukan sekadar kosmetik. BJB harus kembali pada roh sebagai bank pembangunan daerah, bukan jadi panggung bagi segelintir elit,” pungkas Buky. (Tim)**"

Lebih baru Lebih lama